Thursday 25 June 2009

ANIMASI MIKROMETER SKRUP

Pengukuran merupakan pokok bahasan IPA Fisika yang tergabung dari BAB Besaran dan Satuan. Salah satu alat ukur panjang adalah mikrometer skrup (MS), yang terdiri dari skala nonius dan skala utama. Adapun hasil pengukuran dengan menggunakan MS diperoleh dengan menjumlahkan kedua skala tersebut. Dalam menjelaskan konsep MS kepada siswa kita perlu menggunakan program macromedia flash agar siswa mampu memahami konsep serta menerapkannya dan mampu menggunakan MS dalam pengukuran. Untuk memperoleh animasi flash tentang MS, rekan-rekan guru IPA Fisika dapat mendowload file di bawah ini !!

untuk download silahkan klik disini

Wednesday 24 June 2009

CONTOH CONTOH LAPORAN PTK

Kepada Rekan-rekan guru. PTK merupakan salah satu kegiatan pengembangan profesi bagi guru untuk menuju guru yang profesional. PTK harus berlandaskan kondisi riil di sekolah kita, sehingga tindakan yang akan kita lakukan dalam memperbaiki pembelajaran akan bermakna di sekolah kita khususnya. Agar bapak/Ibu tidak bersusah susah dalam menyusun dan melaksankan Penelitian Tindakan Kelas, berikut ini bisa di download beberapa contoh laporan PTK.

Thursday 18 June 2009

SALMAN AL-FARISI RADHIYALLAHU 'ANHU

( Pencari Kebenaran )

Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalam ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.

Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, hingga bermunculanlah filosof-filosof Islam, dokter-dokter Islam, ahli-ahli falak Islam, ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam .

Ternyata bahwa pentolan-pentolan itu berasal dari setiap penjuru dan muncul dari setiap bangsa, hingga masa-masa pertama perkembangan Islam penuh dengan tokoh-tokoh luar biasa dalam segala lapangan, baik cita maupun karsa, yang berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi satu Agama. Dan perkembangan yang penuh berkah dari Agama ini telah lebih dulu dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan beliau telah menerima janji yang benar dari Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui. Pada suatu hari diangkatlah baginya jarak pemisah dari tempat dan waktu, hingga disaksikannyalah dengan mata kepala panji-panji Islam berkibar di kota-kota di muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai para penduduknya.

Salman radhiyallahu 'anhu sendiri turut menvaksikan hal tersebut, karena ia memang terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi waktu perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar agar bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan vang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama baru ini.

Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam -- yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimim sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.

Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:

Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah nakh sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)

Dua puluh empat ribu orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.

Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan dari fihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.

Kaum Muslimin menginsafi keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?

Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.

Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.

Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atau usul Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.

Demi Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.

Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...

Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.

Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan kukuh dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.

Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti....

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:

Allah Maha Besar! Ahu telah dikaruniai hunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.

Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:

Allah Maha Besar! Ahu telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.

Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru:

Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.

Salman radhiyallahu 'anhu adalah orang yang mengajukan saran untuk membuat parit. Dan dia pulalah penemu batu yang telah memancarkan rahasia-rahasia dan ramalan-ramalan ghaib, yakni ketika ia meminta tolong kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Ia berdiri di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyaksikan cahaya dan mendengar berita gembira itu. Dan dia masih hidup ketika ramalan itu menjadi kenyataan, dilihat bahkan dialami dan dirasakannya sendiri. Dilihatnya kota-kota di Persi dan Romawi, dan dilihatnya mahligai istana di Shan'a, di Mesir, di Syria dan di Irak. Pendeknya disaksikan dengan mata kepalanya bahwa seluruh permukaan bumi seakan berguncang keras, karena seruan mempesona penuh berkah yang berkumandang dari puncak menara-menara tinggi di setiap pelosok, memancarkan sinar hidayah Allah ....Nah, itulah dia sedang duduk di bawah naungan sebatang pohon yang rindang berdaun rimbun, di muka rumahnya di kota Madain; sedang menceriterakan kepada shahabat-shahabatnya perjuangan berat yang dialaminya demi mencari kebenaran, dan mengisahkan kepada mereka bagaimana ia meninggalkan agama nenek moyangnya bangsa Persi, masuk ke dalam agama Nashrani dan dari sana pindah ke dalam Agama Islam. Betapa ia telah meninggalkan kekayaan berlimpah dari orang tuanya dan menjatuhkan dirinya ke dalam lembah kemiskinan demi kebebasan fikiran dan jiwanya .. .! Betapa ia dijual di pasar budak dalam mencari kebenaran itu, bagaimana ia berjumpa dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan iman kepadanya ...!

Marilah kita dekati majlisnya yang mulia dan kita dengarkan kisah menakjubkan yang diceriterakannya!

"Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Ji". Bapakku seorang bupati di daerah itu, dan aku merupakan makhluq Allah yang paling disayanginya. Aku membaktikan diri dalam agama majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas nyalanya dan tidak membiarkannya padam.

Bapakku memiliki sebidang tanah, dan pada suatu hari aku disuruhnya ke sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku lewat di sebuah gereja milik kaum Nashrani. Kudengar mereka sedang sembahyang, maka aku masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang, dan kataku dalam hati: "Ini lebih baik dari apa yang aku anut selama ini!" Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam, dan tidak jadi pergi ke tanah milik bapakku serta tidak pula kembali pulang, hingga bapak mengirim orang untuk menyusulku.

Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang Nashrani dari mana asal-usul agama mereka. "Dari Syria",ujar mereka.

Ketika telah berada di hadapan bapakku, kukatakan kepadanya: "Aku lewat pada suatu kaum yang sedang melakukan upacara sembahyang di gereja. Upacara mereka amat mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama kita". Kami pun bersoal-jawab melakukan diskusi dengan bapakku dan berakhir dengan dirantainya kakiku dan dipenjarakannya diriku ....

Kepada orang-orang Nashrani kukirim berita bahwa aku telah menganut agama mereka. Kuminta pula agar bila datang rombongan dari Syria, supaya aku diberi tahu sebelum mereka kembali, karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku itu mereka kabulkan, maka kuputuskan rantai. Lalu meloloskan diri dari penjara dan menggabungkan diri kepada rombongan itu menuju Syria.

Sesampainya di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Maka datanglah aku kepadanya, kuceriterakan keadaanku. Akhirnya tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran mereka dan belajar, Sayang uskup ini seorang yang tidak baik beragamanya, karena dikumpulkannya sedekah dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, ternyata disimpan untuk dirinya pribadi. Kemudian uskup itu wafat ....dan mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Dan kulihat tak seorang pun yang lebih baik beragamanya dari uskup baru ini. Aku pun mencintainya demikian rupa, sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu dari padanya.

Dan tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku padanya: "Sebagai anda maklumi, telah dekat saat berlakunya taqdir Allah atas diri anda. Maka apakah yang harus kuperbuat, dan siapakah sebaiknya yang harus kuhubungi. "Anakku!", ujamya: "tak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul".

Lalu tatkala ia wafat aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya itu. Kuceriterakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang shalih yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan ku ceriterakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah pula.

Tatkala ia hendak meninggal, kubertanya pula kepadanya. Maka disuruhnya aku menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di 'Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi.

Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya, sedang sebagai bekal hidup aku berternak sapi dan kambing beberapa ekor banyaknya.

Kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan padanya kepada siapa aku dipercayakannya. Ujarnya: "Anakku.' Tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. la nanti akan hijrah he suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia, la mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan shadaqah, sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau melihatnya, segeralah kau mengenalinya':

Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab, maka kataku kepada mereka: "Maukah kalian membawaku ke negeri kalian, dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?" "Baiklah", ujar mereka.

Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka menjualku kepada seorang yahudi. Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.

Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari datang seorang yahudi Bani Quraizhah yang membeliku pula daripadanya. Aku dibawanya ke Madinah, dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.

Aku tinggal bersama yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani 'Amar bin 'Auf di Quba.

Pada suatu hari, ketika aku berada di puncak pohon kurma sedang majikanku lagi duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang yahudi saudara sepupunya yang mengatakan padanya:

"Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi Demi Allah, baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku-pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai bergoncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan kataku kepada orang tadi: "Apa kata anda?" Ada berita apakah?" Majikanku mengangkat tangan lalu meninjuku sekuatnya, serta bentaknya: "Apa urusanmu dengan ini, ayoh kembali ke pekerjaanmu!" Maka aku pun kembalilah bekerja ...

Setelah hari petang, kukumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Quba. Aku masuk kepadanya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan. Lalu kataku kepadanya: "Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedeqah. Dan setelah mendengar keadaan tuan-tuan, maka menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini". Lalu makanan itu kutaruh di hadapannya.

"Makanlah dengan nama Allah". sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada para shahabatnya, tetapi beliau tak sedikit pun mengulurkan tangannya menjamah makanan itu. "Nah, demi Allah!" kataku dalam hati, inilah satu dari tanda-tandanya ... bahwa ia tah mau memakan harta sedeqah':

Aku kembali pulang, tetapi pagi-pagi keesokan harinya aku kembali menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil membawa makanan, serta kataku kepadanya: "Kulihat tuan tak hendak makan sedeqah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada tuan sebagai hadiah'', lalu kutaruh makanan di hadapannya. Maka sabdanya kepada shahabatnya: 'Makanlah dengan menyebut nama Allah ! ' Dan beliaupun turut makan bersama mereka. "Demi Allah': kataku dalam hati, inilah tanda yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah ':

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian kupergi mencari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kutemui beliau di Baqi', sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh shahabat-shahabatnya. Ia memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan pandangan hendak melihatnya. Rupanya ia mengerti akan maksudku, maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap henabian sebagai disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku dipanggil menghadap oleh Rasulullah. Aku duduk di hadapannya, lalu kuceriterakan kisahku kepadanya sebagai yang telah kuceriterakan tadi.

Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai perang Badar dan Uhud. Lalu pada suatu hari Rasulullah menitahkan padaku:'Mintalah pada majihanmu agar ia bersedia membebashanmu dengan menerima uang tebusan."

Maka kumintalah kepada majikanku sebagaimana dititahkan Rasulullah, sementara Rasulullah menyuruh para shahabat untuk membantuku dalam soal keuangan.

Demikianlah aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang Muslim yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam perang Khandaq dan peperangan lainnya.

Dengan kalimat-kalimat yang jelas dan manis, Salman radhiyallahu 'anhu menceriterakan kepada kita usaha keras dan perjuangan besar serta mulia untuk mencari hakikat keagamaan, yang akhirnya dapat sampai kepada Allah Ta'ala dan membekas sebagai jalan hidup yang harus ditempuhnya ....

Corak manusia ulung manakah orang ini? Dan keunggulan besar manakah yang mendesak jiwanya yang agung dan melecut kemauannya yang keras untuk mengatasi segala kesulitan dan membuatnya mungkin barang yang kelihatan mustahil? Kehausan dan kegandrungan terhadap kebenaran manakah yang telah menyebabkan pemiliknya rela meninggalkan kampung halaman berikut harta benda dan segala macam kesenangan, lalu pergi menempuh daerah yang belum dikenal -- dengan segala halangan dan beban penderitaan -- pindah dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negeri ke negeri lain, tak kenal letih atau lelah, di samping tak lupa beribadah secara tekun ...?

Sementara pandangannya yang tajam selalu mengawasi manusia, menyelidiki kehidupan dan aliran mereka yang berbeda, sedang tujuannya yang utama tak pernah beranjak dari semula, yang tiada lain hanya mencari kebenaran. Begitu pun pengurbanan mulia yang dibaktikannya demi mencapai hidayah Allah, sampai ia diperjual belikan sebagai budak belian ...Dan akhirnya ia diberi Allah ganjaran setimpal hingga dipertemukan dengan al-Haq dan dipersuakan dengan Rasul-Nya, lalu dikaruniai usia lanjut, hingga ia dapat menyaksikan dengan kedua matanya bagaimana panji-panji Allah berkibaran di seluruh pelosok dunia, sementara ummat Islam mengisi ruangan dan sudut-sudutnya dengan hidayah dan petunjuk Allah, dengan kemakmuran dan keadilan.. .!

Bagaimana akhir kesudahan yang dapat kita harapkan dari seorang tokoh yang tulus hati dan keras kemauannya demikian rupa? Sungguh, keislaman Salman radhiyallahu 'anhu adalah keislamannya orang-orang utama dan taqwa. Dan dalam kecerdasan, kesahajaan dan kebebasan dari pengaruh dunia, maka keadaannya mirip sekali dengan Umar bin Khatthab.

Ia pernah tinggal bersama Abu Darda di sebuah rumah beberapa hari lamanya. Sedang kebiasaan Abu Darda beribadah di waktu malam dan shaum di waktu siang. Salman radhiyallahu 'anhu melarangnya berlebih-lebihan dalam beribadah seperti itu.

Pada suatu hari Salman radhiyallahu 'anhu bermaksud hendak mematahkan niat Abu Darda untuk shaum sunnat esok hari. Dia menyalahkannya: "Apakah engkau hendak melarangku shaum dan shalat karena Allah?" Maka jawab Salman radhiyallahu 'anhu: "Sesungguhnya kedua matamu mempunyai hak atas dirimu, demikian pula keluargamu mempunyai hak atas dirimu. Di samping engkau shaum, berbukalah; dan di samping melakukan shalat, tidurlah!"

Peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah, maka sabdanya: Sungguh Salman radhiyallahu 'anhu telah dipenuhi dengan ilmu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sendiri sering memuji kecerdasan Salman radhiyallahu 'anhu serta ketinggian ilmunya, sebagaimana beliau memuji Agama dan budi pekertinya yang luhur. Di waktu perang Khandaq, kaum Anshar sama berdiri dan berkata: "Salman radhiyallahu 'anhu dari golongan kami". Bangkitlah pula kaum Muhajirin, kata mereka: "Tidak, ia dari golongan kami!" Mereka pun dipanggil oleh Rasurullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan sabdanya: Salman adalah golongan kami, ahlul Bait.

Dan memang selayaknyalah jika Salman radhiyallahu 'anhu mendapat kehormatan seperti itu ...!

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menggelari Salman radhiyallahu 'anhu dengan "Luqmanul Hakim". Dan sewaktu ditanya mengenai Salman, yang ketika itu telah wafat, maka jawabnya: "Ia adalah seorang yang datang dari kami dan kembali kepada kami Ahlul Bait. Siapa pula di antara kalian yang akan dapat menyamai Luqmanul Hakim. Ia telah beroleh ilmu yang pertama begitu pula ilmu yang terakhir. Dan telah dibacanya kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Tak ubahnya ia bagai lautan yang airnya tak pernah kering".

Dalam kalbu para shahabat umumnya, pribadii Salman radhiyallahu 'anhu telah mendapat kedudukan mulia dan derajat utama. Di masa pemerintahan Khalifah Umar radhiyallahu 'anhu ia datang berkunjung ke Madinah. Maka Umar melakukan penyambutan yang setahu kita belum penah dilakukannya kepada siapa pun juga. Dikumpulkannya para shahabat dan mengajak mereka: "Marilah kita pergi menyambut Salman radhiyallahu 'anhu!" Lalu ia keluar bersama mereka menuju pinggiran kota Madinah untuk menyambutnya ...

Semenjak bertemu dengan Rasulullah dan iman kepadanya, Salman radhiyallahu 'anhu hidup sebagai seorang Muslim yang merdeka, sebagai pejuang dan selalu berbakti. Ia pun mengalami kehidupan masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu; kemudian di masa Amirul Mu'minin Umar radhiyallahu 'anhu; lalu di masa Khalifah Utsman radhiyallahu 'anhu, di waktu mana ia kembali ke hadlirat Tuhannya.

Di tahun-tahun kejayaan ummat Islam, panji-panji Islam telah berkibar di seluruh penjuru, harta benda yang tak sedikit jumlahnya mengalir ke Madinah sebagai pusat pemerintahan baik sebagai upeti ataupun pajak untuk kemudian diatur pembagiannya menurut ketentuan Islam, hingga negara mampu memberikan gaji dan tunjangan tetap. Sebagai akibatnya banyaklah timbul masalah pertanggungjawaban secara hukum mengenai perimbangan dan cara pembagian itu, hingga pekerjaan pun bertumpuk dan jabatan tambah meningkat.

Maka dalam gundukan harta negara yang berlimpah ruah itu, di manakah kita dapat menemukan Salman radhiyallahu 'anhu? Di manakah kita dapat menjumpainya di saat kekayaan dan kejayaan, kesenangan dan kemakmuran itu ...?

Bukalah mata anda dengan baik! Tampaklah oleh anda seorang tua berwibawa duduk di sana di bawah naungan pohon, sedang asyik memanfaatkan sisa waktunya di samping berbakti untuk negara, menganyam dan menjalin daun kurma untuk dijadikan bakul atau keranjang.

Nah, itulah dia Salman radhiyallahu 'anhu Perhatikanlah lagi dengan cermat! Lihatlah kainnya yang pendek, karena amat pendeknya sampai terbuka kedua lututnya. Padahal ia seorang tua yang berwibawa, mampu dan tidak berkekurangan. Tunjangan yang diperolehnya tidak sedikit, antara empat sampai enam ribu setahun. Tapi semua itu disumbangkannya habis, satu dirham pun tak diambil untuk dirinya. Katanya: "Untuk bahannya kubeli daun satu dirham, lalu kuperbuat dan kujual tiga dirham.

Yang satu dirham kuambil untuk modal, satu dirham lagi untuk nafkah keluargaku, sedang satu dirham sisanya untuk shadaqah. Seandainya Umar bin Khatthab radhiyallahu 'anhu melarangku berbuat demikian, sekali-kali tiadalah akan kuhentikan!"

Lalu bagaimana wahai ummat Rasulullah? Betapa wahai peri kemanusiaan, di mana saja dan kapan saja? Ketika mendengar sebagian shahabat dan kehidupannya yang amat bersahaja, seperti Abu Bakar, Umar, Abu Dzar radhiyallahu 'anhum dan lain-lain; sebagian kita menyangka bahwa itu disebabkan suasana lingkungan padang pasir, di mana seorang Arab hanya dapat menutupi keperluan dirinya secara bersahaja.

Tetapi sekarang kita berhadapan dengan seorang putera Persi, suatu negeri yang terkenal dengan kemewahan dan kesenangan serta hidup boros, sedang ia bukan dari golongan miskin atau bawahan, tapi dari golongan berpunya dan kelas tinggi. Kenapa ia sekarang menolak harta, kekayaan dan kesenangan; bertahan dengan kehidupan bersahaja, tiada lebih dari satu dirham tiap harinya, yang diperoleh dari hasil jerih payahnya sendiri.. .? kenapa ditolaknya pangkat dan tak bersedia menerimanya?

Katanya: "Seandainya kamu masih mampu makan tanah asal tak membawahi dua orang manusia --, maka lakukanlah!" Kenapa ia menolak pangkat dan jabatan, kecuali jika mengepalai sepasukan tentara yang pergi menuju medan perang? Atau dalam suasana tiada seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab kecuali dia, hingga terpaksa ia melakukannya dengan hati murung dan jiwa merintih? Lalu kenapa ketika memegang jabatan yang mesti dipikulnya, ia tidak mau menerima tunjangan yang diberikan padanya secara halal?

Diriwayatkan eleh Hisyam bin Hisan dari Hasan: "Tunjangan Salman radhiyallahu 'anhu sebanyak lima ribu setahun, (gambaran kesederhanaannya) ketika ia berpidato di hadapan tigapuluh ribu orang separuh baju luarnya (aba'ah) dijadikan alas duduknya dan separoh lagi menutupi badannya. Jika tunjangan keluar, maka dibagi-bagikannya sampai habis, sedang untuk nafqahnya dari hasil usaha kedua tangannya".

Kenapa ia melakukan perbuatan seperti itu dan amat zuhud kepada dunia, padahal ia seorang putera Persi yang biasa tenggelam dalam kesenangan dan dipengaruhi arus kemajuan? Marilah kita dengar jawaban yang diberikannya ketika berada di atas pembaringan menjelang ajalnya, sewaktu ruhnya yang mulia telah bersiap-siap untuk kembali menemui Tuhannya Yang Maha Tinggi lagi Maha Pengasih.

Sa'ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya, lalu Salman radhiyallahu 'anhu menangis. "Apa yang anda tangiskan, wahai Abu Abdillah",') tanya Sa'ad, "padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat dalam keadaan ridla kepada anda?" "Demi Allah, ujar Salman radhiyallahu 'anhu, "daku menangis bukanlah karena takut mati ataupun mengharap kemewahan dunia, hanya Rasulullah telah menyampaikan suatu pesan kepada kita, sabdanya:

Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara, padahal harta milikku begini banyaknya"

Kata Sa'ad: "Saya perhatikan, tak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah baskom. Lalu kataku padanya: "Wahai Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami ingat selalu darimu!" Maka ujamya: "Wahai Sa'ad!

Ingatlah Allah di kala dukamu, sedang kau derita.
Dan pada putusanmu jika kamu menghukumi.
Dan pada saat tanganmu melakukan pembagian".

Rupanya inilah yang telah mengisi kalbu Salman radhiyallahu 'anhu mengenai kekayaan dan kepuasan. Ia telah memenuhinya dengan zuhud terhadap dunia dan segala harta, pangkat dengan pengaruhnya; yaitu pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepadanya dan kepada semua shahabatnya, agar mereha tidak dikuasai oleh dunia dan tidak mengambil bagian daripadanya, kecuali sekedar bekal seorang pengendara.

Salman radhiyallahu 'anhu telah memenuhi pesan itu sebaik-baiknya, namun air matanya masih jatuh berderai ketika ruhnya telah siap untuk berangkat; khawatir kalau-kalau ia telah melampaui batas yang ditetapkan. Tak terdapat di ruangannya kecuali sebuah piring wadah makannya dan sebuah baskom untuk tempat minum dan wudlu .:., tetapi walau demikian ia menganggap dirinya telah berlaku boros .... Nah, bukankah telah kami ceritakan kepada anda bahwa ia mirip sekali dengan Umar?

Pada hari-hari ia bertugas sebagai Amir atau kepala daerah di Madain, keadaannya tak sedikit pun berubah. Sebagai telah kita ketahui, ia menolak untuk menerima gaji sebagai amir, satu dirham sekalipun. Ia tetap mengambil nafkahnya dari hasil menganyam daun kurma, sedang pakaiannya tidak lebih dari sehelai baju luar, dalam kesederhanaan dan kesahajaannya tak berbeda dengan baju usangnya.

Pada suatu hari, ketika sedang berjalan di suatu jalan raya, ia didatangi seorang laki-laki dari Syria yang membawa sepikul buah tin dan kurma. Rupanya beban itu amat berat, hingga melelahkannya. Demi dilihat olehnya seorang laki-laki yang tampak sebagai orang biasa dan dari golongan tak berpunya, terpikirlah hendak menyuruh laki-laki itu membawa buah-buahan dengan diberi imbalan atas jerih payahnya bila telah sampai ke tempat tujuan. Ia memberi isyarat supaya datang kepadanya, dan Salman radhiyallahu 'anhu menurut dengan patuh. "Tolong bawakan barangku ini!", kata orang dari Syria itu. Maka barang itu pun dipikullah oleh Salman radhiyallahu 'anhu, lalu berdua mereka berjalan bersama-sama.

Di tengah perjalanan mereka berpapasan dengan satu rombongan. Salman radhiyallahu 'anhu memberi salam kepada mereka, yang dijawabnya sambil berhenti: "Juga kepada amir, kami ucapkan salam" "Juga kepada amir?" Amir mana yang mereka maksudkan?" tanya orang Syria itu dalam hati. Keheranannya kian bertambah ketika dilihatnya sebagian dari anggota rombongan segera menuju beban yang dipikul oleh Salman radhiyallahu 'anhu dengan maksud hendak menggantikannya, kata mereka: "Berikanlah kepada kami wahai amir!"

Sekarang mengertilah orang Syria itu bahwa kulinya tiada lain Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu, amir dari kota Madain. Orang itu pun menjadi gugup, kata-kata penyesalan dan permintaan maaf bagai mengalir dari bibirnya. Ia mendekat hendak menarik beban itu dari tangannya, tetapi Salman radhiyallahu 'anhu menolak, dan berkata sambil menggelengkan kepala: "Tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu!

Suatu ketika Salman radhiyallahu 'anhu pernah ditanyai orang: Apa sebabnya anda tidak menyukai jabatan sebagai amir? Jawabnya: "Karena manis wahtu memegangnya tapi pahit waktu melepaskannya!"

Pada waktu yang lain, seorang shahabat memasuki rumah Salman radhiyallahu 'anhu, didapatinya ia sedang duduk menggodok tepung, maka tanya shahabat itu: Ke mana pelayan? Ujarnya: "Saya suruh untuk suatu keperluan, maka saya tak ingin ia harus melakukan dua pekerjaan sekaligus''

Apa sebenarnya yang kita sebut "rumah" itu? Baiklah kita ceritakan bagaimana keadaan rumah itu yang sebenamya. Ketika hendak mendirikan bangunan yang berlebihan disebut sebagai "rumah'' itu, Salman radhiyallahu 'anhu bertanya kepada tukangnya: "Bagaimana corak rumah yang hendak anda dirikan?" Kebetulan tukang bangunan ini seorang 'arif bijaksana, mengetahui kesederhanaan Salman radhiyallahu 'anhu dan sifatnya yang tak suka bermewah mewah. Maka ujarnya: "Jangan anda khawatir! rumah itu merupakan bangunan yang dapat digunakan bernaung di waktu panas dan tempat berteduh di waktu hujan. Andainya anda berdiri, maka kepala anda akan sampai pada langit-langitnya; dan jika anda berbaring, maka kaki anda akan terantuk pada dindingnya". "Benar", ujar Salman radhiyallahu 'anhu, "seperti itulah seharusnya rumah yang akan anda bangun!"

Tak satu pun barang berharga dalam kehidupan dunia ini yang digemari atau diutamakan oleh Salman radhiyallahu 'anhu sedikit pun, kecuali suatu barang yang memang amat diharapkan dan dipentingkannya, bahkan telah dititipkan kepada isterinya untuk disimpan di tempat yang tersembunyi dan aman.

Ketika dalam sakit yang membawa ajalnya, yaitu pada pagi hari kepergiannya, dipanggillah isterinya untuk mengambil titipannya dahulu. Kiranya hanyalah seikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan Jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk wangi-wangian di hari wafatnya. Kemudian sang isteri disuruhnya mengambil secangkir air, ditaburinya dengan kesturi yang dikacau dengan tangannya, lalu kata Salman radhiyallahu 'anhu kepada isterinya: "Percikkanlah air ini ke sekelilingku ... Sekarang telah hadir di hadapanku makhluq Allah') yang tiada dapat makan, hanyalah gemar wangi-wangian Setelah selesai, ia berkata kepada isterinya: "Tutupkanlah pintu dan turunlah!" Perintah itu pun diturut oleh isterinya.

Dan tak lama antaranya isterinya kembali masuk, didapatinya ruh yang beroleh barkah telah meninggalkan dunia dan berpisah dari jasadnya ... Ia telah mencapai alam tinggi, dibawa terbang oleh sayap kerinduan; rindu memenuhi janjinya, untuk bertemu lagi dengan Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan dengan kedua shahabatnya Abu Bakar dan Umar, serta tokoh-tolroh mulia lainnya dari golongan syuhada dan orang-orang utama ....

Salman radhiyallahu 'anhu .... Lamalah sudah terobati hati rindunya Terasa puas, hapus haus hilang dahaga. Semoga Ridla dan Rahmat Allah menyertainya.

Friday 12 June 2009

“UJIAN NASIONAL”, PERLUKAH ??”

by Sunardi

Pendidikan saat ini mendapat perhatian yang serius dari pemerintah (pusat dan daerah) dan masyarakat, terbukti dengan peningkatan anggaran pendidikan yang mencapai rata-rata 20% baik pada APBN maupun APBD pada sejumlah daerah (propinsi dan kabupaten/kota). Menurut Undang Undang nomor 20 tahun 2003 dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya secara implisit pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk membentuk peserta didik yang paripurna. Dalam Undang Undang tentang Sistem pendidikan Nasional ini juga dikatakan bahwa di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia pendidikan harus memenuhi kriteria minimal yakni memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan yang diatur lebih lanjut pada peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

Ujian Nasional (UN) merupakan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah yang juga harus memenuhi standar penilaian pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik sesuai dengan permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang Standar penilaian pendidikan. Ujian Nasional bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Namun, apakah Ujian nasional yang dilaksanakan selama ini sudah memenuhi standar yang ada sesuai Prosedur Operasi Standar (POS) yang dikeluarkan oleh Badan Standar nasionall pendidikan (BSNP) ? Sementara kita membaca dan melihat di media massa maupun media elektronik ketika UN dilaksanakan begitu banyak beredar kunci jawaban melalui sms yang notabene tidak jelas darimana sumber kunci jawaban tersebut. Apakah pelaksanaan UN yang demikian mampu mengukur pencapaian kompetensi peserta didik yang sebenarnya ?. Ironisnya ada sekolah bertaraf internasional yang 100 % siswanya tidak lulus UN 2009, dan ada juga sekolah yang biasa-biasa justru lulus 100% dengan nilai yang tinggi. Itu semua karena hasil UN merupakan syarat dan penentu kelulusan yang mutlak. Padahal dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) menekankan penilaian berbasis kelas, artinya penilaian yang otentik (autentic assesment) adalah penilaian saat proses pembelajaran berlangsung yang pelaksanaannya diserahkan kepada sekolah/ guru sesuai dengan kondisi sekolah yang ada. Inilah yang menurut penulis penyebab utama terjadinya perdebatan tentang pelaksanaan Ujian Nasional ini. Lalu apakah Ujian nasional perlu dilaksanakan dan bagimana pelaksanaannya ?. Artikel singkat ini mengulas bagiamana pelaksanaan Ujian Nasional yang ideal menurut pemikiran penulis.

Adapun Manfaat dan Kelebihan Ujian Nasional adalah sebagai berikut :

1. UN dapat menggambarkan indikator kondisi pendidikan di Indonesia secara umum, artinya lembaga pendidikan internasional (UNESCO dll) dapat mengetahui kondisi pendidikan di Indonesia melalui UN.

2. UN dapat memacu sekolah, dinas pendidikan (propinsi dan kab/kota) untuk berkompetisi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

3. UN dapat memotovasi guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga guru senantiasa meningkatkan kompetensinya untuk menuju guru yang professional.

4. UN juga dapat memotivasi siswa untuk terus belajar sehingga mampu meraih nilain UN yang tinggi. Artinya disini dengan dilaksanakannya UN dapat membelajarkan siswa sehingga mampu berkembang secara optimal dalam mengembagkan potensinya.

Namun disamping kelebihan dan manfaat diatas, pelaksanaan UN juga memiliki kelemahan dan dampak negative, diantarnya adalah :

1. Standar nilai UN sama di seluruh Indonesia, sementara kondisi baik sarana prasarana, guru, input siswa di setiap daerah terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Apakah wajar sekolah yang di Jakarta misalnya SMPN 115 jakarta dengan fasilitas dan guru yang sangat lengkap standar kelulusannya disamakan dengan SMP Hidayatutthullab yang berada di Air Tenggulang Sumsel yang baik fasilitas maupun guru masih sangat kurang ?

2. Dengan dilaksanakannya nilai UN sebagai syarat kelulusan akan menimbulkan kompetisi yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena UN masih dijadikan standar apakah pendidikan di suatu sekolah itu berkualitas atau tidak. Tingginya nilai UN di sekolah atau daerah masih dianggap sebagai gambaran kualitas pendidikan disekolah/ daerah tersebut. Hal ini akan mendorong sekolah/daerah melakukan kecurangan UN.

3. Pemanfaatan Anggaran Dana yang mubadzir (sia-sia). Pelaksanaan UN menghabiskan dana yang tidak sedikit baik dari perencanaan,pelaksanan maupun monev UN misalnya pencetakan naskah soal, pengawalan naskah soal, kepengawasan, tim independen, dan lain lain. Sementara hasil yang dicapai UN tidak mampu menjamin gambaran pencapaian kompetensi peserta didik yang sebenarnya sesuai dengan tujuan Un itu sendiri.

4. UN merupakan penilaian yang sifatnya temporal (sesaat) dan hanya menilai 1 aspek saja, namun menentukan kelulusan. Hal ini bertentangan dengan penilaian berbasis kelas (PBK) yang menitikberatkan penilaian selama proses pembelajaran yang seharusnya lebih menentukan syarat kelulusan karena dilaksanakan secara kontinu.

Dari uraian diatas penulis sepakat Ujian Nasional tetap dilaksanakan, namun masih perlu koreksi dalam hal pelaksanaanya. Pelaksanaan UN seharusnya adalah sebagai berkut :

1. Nilai UN jangan dijadikan satu-satunya syarat kelulusan karena UN hanya dilaksanakan beberapa hari, semntara pembelajaran dilaksanakan selama 3 tahun. Dengan tidak dijadikannya UN sebagai syarat kelulusan maka berimplikasi kepada kejujuran dalam pelaksanaanya sehingga UN akan menilai kompetensi/kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

2. Pelaksanaan UN tidak dicampuri oleh kepentingan politik. Seperti kita ketahui dengan berlakunya otonomi daerah, kepala daerah (bupati/ walikota dan gubernur) tidak ingin pendidikan di daerahnya berlebel rendah (tidak berkualitas) dengan rendahnya rata-rata nilai UN yang dicapai. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kecurangan-kecurangan dakam pelaksanaan UN. Pejabat seharusnya tidak mencampuradukkan antara dunia pendidikan dengan dunia politik, karena pada hakikatnya pendidikan adlah tanggung jawab bersama ( pemerintah dan masyarakat). Pemerintah bersama masyarakat seharusnya sama-sama berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara yang baik, arif, dan benar.

3. Nilai UN dapat dijadikan syarat kelulusan, namun menurut penulis perlu adanya grade (tingkatan) standar kelulusan di setiap daerah. Artinya syarat kelulusan di Sumatera Selatan berbeda dengan di Jakarta. Disamping itu syarat kelulusan nilai UN bisa dikategorikan berdasarkan hasil akreditasi. Sekolah dengan akreditasi A memiliki standar kelulusan yang bebeda dengan sekolah dengan akreditasi B.

4. Pelaksananan UN tidak perlu melibatkan banyak pihak yang kurang bermanfaat sehingga berimpilaksi kepada efisiensi dana. Terlalu banyak pihak yang terlibat hanya menghamburkan dana sehingga dana yang kurang bermanfaat dapat digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan pada sektor lain.

Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Ujian Nasional masih perlu dilaksanakan agar gambaran riil pendidikan di Indonesia dapat diketahui dan dapat memotivasi daerah/sekolah untuk senantiasa meningkatkan kualitas sehingga mencapai 8 Standar nasional pendidikan sesuai dengan PP nomor 19 tahun 2005. Namun yang perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya sehingga UN yang dilaksanakan benar-benar dapat mencapai tujuan UN itu sendiri dan tujuan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. .


*) Penulis adalah guru Fisika SMP Negeri 1 Sungai Lilin MUBA Sumsel


Wednesday 10 June 2009

ANIMASI JANGKA SORONG

Pengukuran merupakan pokok bahasan IPA Fisika yang tergabung dari BAB Besaran dan Satuan. Salah satu alat ukur panjang adalah jangka sorong, yang terdiri dari skala nonius dan skala utama. Adapun hasil pengukuran dengan menggunakan janka sorong diperoleh dengan menjumlahkan kedua skala tersebut. Dalam menjelaskan konsep jangka sorong kepada siswa kita perlu menggunakan program macromedia flash agar siswa mampu memahami konsep serta menerapkannya dan mampu menggunakan jangka sorong dalam pengukuran. Untuk memperoleh animasi flash tentang jangka sorong, rekan-rekan guru IPA Fisika dapat mendowload file di bawah ini !!

untuk download silahkan klik disini

PP No 41 Diresmikan, Gaji Guru dan Dosen di Atas Rp 3 Juta-an

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tunjangan Profesi untuk guru sudah ditandatangani. Gaji yang akan diterima para guru dan dosen mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya.

"Peraturan tersebut sudah ditandatangani, kini tinggal dilaksanakan dan dijalankan," ujar Presiden SBY dalam sambutannya saat meresmikam peresmian gedung IKIP PGRI Semarang, Selasa (9/6).

Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional RI Bambang Sudibyo mengatakan bahwa PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru memang sudah ditandatangani. "Penandatanganan baru saja dilakukan kemarin," ujar Mendiknas.

Menanggapi ditandatanganinya PP tentang tunjangan profesi guru, Rektor IKIP PGRI Sulistiyo pun menyambut gembira. Kegembiraan rektor tidak lain karena kesejahteraan guru dan dosen akan meningkat. Sulitiyo memastikan, gaji yang akan diterima para guru dan dosen mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya.
Sumber : Selasa, 9 Juni 2009 | 15:57 WIB
SEMARANG, KOMPAS.com

Monday 8 June 2009

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Dalam merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar seorang guru harus mengacu kepada standar Isi yang telah diatur dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006. Artinya bahwa seorang guru boleh membuat perencanaan yang berbeda namun kompetensi yang harus dikuasai siswa tetap mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bagi guru IPA SMP SK dan KD dapat anda download dengan menkilk di bawah ini :

SK dan KD IPA SMP
SK dan KD IPA SMPLB A
SK dan KD IPA SMPLB B
SK dan KD IPA SMPLB D
SK dan KD IPA SMPLB E

Saturday 6 June 2009

2014, Seluruh Lembaga Pendidikan Terakreditasi

SEMARANG -- Seluruh lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, baik yang bersifat formal maupun nonformal ditargetkan telah terakreditasi pada tahun 2014.

Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Prof Dr Mansyur Ramly usai menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Jaringan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 2009 di Semarang.

"Target itu dapat lebih dipercepat apabila didukung anggaran yang besar," katanya. Ia menjelaskan, dengan telah diakreditasinya sebuah lembaga pendidikan, tentunya akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya ijazah atau sertifikat yang dikeluarkan diakui dan masyarakat akan percaya dengan kapabilitas lembaga pendidikan tersebut.

Ia mengatakan, proses pengakreditasian lembaga pendidikan tersebut selama ini terkendala beberapa permasalahan, di antaranya keterbatasan anggaran.
"Anggaran untuk pendidikan saat ini memang telah dialokasikan sebesar 20 persen dari APBN, namun jumlah tersebut juga meliputi gaji guru, bukan hanya anggaran langsung untuk pendidikan," tuturnya.

Menurut dia, dengan dimasukkannya gaji guru dalam alokasi anggaran 20 persen, maka apabila proses pengakreditasian lembaga pendidikan hanya mengandalkan pada dana dari pusat tentunya tidak akan optimal. "Karena itu, kami juga mengharapkan partisipasi dari pihak pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) dalam proses pendanaan akreditasi lembaga pendidikan yang berada di daerahnya," katanya.

Ia mengatakan, saat ini sudah ada beberapa pihak pemprov, pemkot, atau pemkab yang telah berpartisipasi dalam anggaran akreditasi lembaga pendidikan, terutama untuk madrasah sehingga meringankan alokasi anggaran akreditasi dari pusat. Semula, kata dia, pihaknya telah mengalokasikan 100 persen untuk anggaran akreditasi lembaga pendidikan, namun dengan partisipasi pihak pemprov, pemkot, atau pemkab tersebut, maka anggaran akreditasi mendapatkan tambahan sekitar 35 persen.

Selain anggaran, kata dia, kendala dalam proses pengakreditasian lembaga pendidikan adalah karena keterbatasan asesor yang bertugas melakukan akreditasi. Ia mencontohkan, saat ini terdapat sekitar 80.000 lembaga kursus, dengan kemampuan rata-rata pihak asesor mengakreditasi hanya sekitar 2.000 lembaga pendidikan per tahun, tentunya akan kewalahan dalam melakukan proses akreditasi. Kendala lain mengenai kesiapan lembaga pendidikan yang akan diakreditasi. "Kalau suatu lembaga pendidikan ternyata belum siap untuk diakreditasi, tentu akan menjadi hambatan dalam proses akreditasi," katanya. (ant/bur)
by MAJALAH.KOMUNITAS (06/06/2009 - 06:21)

Thursday 4 June 2009

IBADAH YANG BENAR

Satu-satunya tujuan penciptaan manusia adalah BERIBADAH. Dalam surah Adzariyat ayat 56 dikatakan : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. 51:56)

A. IBADAH DALAM ISLAM DAN SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Ibadah menurut terminologi Islam adalah setiap aktivitas Muslim yang dilakukan ikhlash hanya karena Allah, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Islam memiliki konsep ibadah yang integral. Artinya ibadah dalam Islam tidak hanya sebatas yang berbentuk “syi’ar” yang utama yang tercantum dalam rukun Islam yang lima. Namun mencakup semua aktifitas yang terkait dengan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat, seperti dalam firman-Nya : “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Robbul ‘alamin” (QS. 6: 162)

Bentuk lain dari integritas ibadah dalam Islam mencakup lisan, hati, pemikiran/aqal dan anggota tubuh lainnya, salah satu contohnya ialah ibadah sholat.
Disamping itu, ibadah dalam Islam harus dikerjakan dengan :
1. Ikhlash, semata-mata mengharap ridha Allah SWT
“Mereka tidak diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah, seraya mengikhlashkan diri-Nya dalam (menjalankan) islam., supaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah dien yang lurus.” (QS. 98: 5)
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya amal-amal itu hanya tergantung kepada niatnya …”
2. Mahabbah dan Thoat (penuh rasa cinta dan tunduk)
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan Ilah-Ilah tandingan selain Allah. Mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang benar-benar beriman, mereka lebih mencintai Allah …” (QS. 2 : 165)
QS. 9 : 24
3. Sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW
“Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah pasti mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3 : 31)
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat” (al-hadits)
“Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak menurut perintah kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
4. Istiqomah
“Hendaklah kamu istiqomah seperti yang diperintahkan.” (QS. 11 : 112)
5. Iqtishod, artinya dilakukan berdasarkan fitrah, sesuai dengan kapasitas dan tidak memisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Aisyah meriwayatkan : “Ketika Rasulullah SAW masuk ke rumahnya, disampingnya ada seorang wanita, Rasul bertanya, “Siapakah wanita itu?” Aisyah menjawab : “Fulanah” sambil menyebutkan shalat yang dilakukannya. Lalu Rasulullah brkata : “Jangan begitu!Kamu lakukan sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Dia tidak akan bosan (memberimu ganjaran pahala) sehingga kamu bosan (melakukan ibadah). Ajaran Islam yang paling dicintai-Nya ialah yang dilakukan dengan konsisten.” (Muttafaqun ‘alaih)

B. BUAH DARI IBADAH

Ibadah yang benar pasti melahirkan buah dan hasil yang dapat dirasakan di dunia dan juga di akhirat kelak. Diantaranya :
1. Taqwa
“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. 2 : 21)
2. Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
“Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu dari kitab itu. Dan tegakkanlah sholat, karena sholat itu mencegah dari praktek keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan sholat) lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.”(QS. 29 : 45)
3. Diri dan harta menjadi suci (tazkiyatun nafs)
“Ambillah sebagian harta mereka sebagai zakat yang akan menyucikan diri mereka dan harta mereka dan berdo’alah untuk mereka, karena do’amu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. 9 : 103)
4. Diri, fisik, dan psikis menjadi sehat.
”Dan orang-orang yang beriman itu, hatinya menjadi tenang dengan berdzikir kepada Allah itu menyebabkan hati menjadi tenang.”(QS. 13 : 28)
Rasulullah SAW bersabda : “Berpuasalah kamu, kamu menjadi sehat.”
5. Dimudahkan rezekinya dan anak keturunan menjadi banyak.
“Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun (istighfar) kepada Allah, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai.” (QS. 71 : 10-12)
6. Meraih syurga dan dipelihara dari siksaan api neraka
QS. 3 : 15-17

Ibadah menurut pandangan Islam ialah sikap pasrah dan tunduk total kepada semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu ibadah dalam pandangan Islam merupakan refleksi syukur pada Allah SWTatas segala ni’matnya yang timbul dari dalam lubuk hati yang dalam dan didasari kepahaman yang benar. Pada gilirannya, ibadah tidak lagi dipandang semata-mata sebagai kewajiban yang memberatkan, melainkan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan.

Sebab itu, tidak heran ketika Aisyah Ummul Mu’minin bertanya kepada Rasul yang sedang asyik beribadah di malam hari, sehingga kaki beliau terlihat membengkak. Padahal segala dosa beliau baik yang lalu maupun yang akan datang sudah diampuni Allah. Apa jawaban beliau? “Mengapa aku tidak menjadi hamba-Nya yang bersyukur”.
(Semoga kita termasuk ke dalam umatnya yang pandai bersyukur, ya …)

C. NIAT YANG IKHLAS ADALAH DASAR PENERIMAAN AMAL

“Meninggalkan amal karena manusia adalah ria, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas menyelamatkanmu dari kedua penyakit tersebut.”
Keberadaan niat harus disertai pembebasan dari segala keburukan, nafsu dan keduniaan, harus ikhlas karena Allah, agar amal-amal itu diterima di sisi Allah.

Al-Fudhail bin Iyadh berkata,”Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka dia tidak diterima, sehingga ia ikhlas dan benar. Yang ikhlas artinya amal itu dikerjakan karena Allah, dan yang benar jika amal itu dilakukan berdasarkan Sunah.”

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Perkataan tidak bermanfaat kecuali dengan amal. Perkataan dan amal tidak bermanfaat kecuali dengan niat. Perkataan, amal dan niat tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan Sunnah.”
Dari pembahasan diatas terlihat bahwa niat adalah ruh amal. Niat pula yang mengarahkan kemana amal akan ditujukan. Niat itu bergantung pada akidah dan nilai yang diyakininya. Selain itu pengetahuan, pemahaman, dan pengalamannya terhadap sesuatu juga mempengaruhi niat. Faktor lain yang juga tak kalah kuatnya adalah pengaruh dari lingkungan sekitar.

Apakah itu makna ikhlash? Ikhlash adalah jika pendorong iradahnya dalam hati berupa dorongan agama yang mampu menaklukan pendorong hawa nafsu, lebih mementingkan dan mengharapkan apa yang ada disisi Allah daripada apa yang ada di sisi manusia. (QS. 6 : 162-163)
Seorang Muslim yang ikhlash ketika beramal dalam dirinya hanya ada satu orientasi dan ghayah (tujuan) yaitu meniti jalan yang membawanya menuju kepada keridhoaan Allah. Seperti halnya seorang budak maka manusia yang ikhlas adalah budak yang memiliki satu tuan. Ia akan berusaha melakukan perbuatan yang membuat tuannya ridha dan menjauhi apa yang akan membuat tuannya murka. Amal yang dilakukan dengan keikhlasan akan berlangsung berkesinambungan karena keikhlasan akan memberikan kekuatan kepada seorang mukmin untuk terus beramal, pantang mundur dan tidak bermalas-malasan.


Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan oleh setiap manusia dalam membentuk keikhlasan, diantaranya :
1. Hendaknya dalam diri seorang mukmin harus lahir sikap konsisten dan integral. Artinya ada kesesuaian antara apa yang ada dalam batinnya dengan yang tampak.
2. Hendaknya ia menganggap sama antara pujian manusia dan celaan mereka.
Bagi orang yang ikhlas, pujian hanya pantas untuk Allah saja, karena Dialah yang Maha Sempurna. Begitupun dengan celaan, bagi mereka celaan manusia akan tetap ada walaupun di sisi Allah mereka terpuji. Kita melihat bagaimana Rasul SAW tetap giat beramal dalam kondisi apappun dan berlaku baik pada semua orang baik yang mencelanya maupun yang memujinya.
3. Tidak memandang amal ikhlasnya
Saat kita merasa diri kita sudah beramal dengan ikhlas saat itu pulalah akan muncul penyakit hati berupa ‘ujub (mengagumi diri sendiri), lebih jauh akan jatuh kepada takabbur.
Ada baiknya kita perhatikan kalimat dari Abu Ayyub as Susy,”Selagi mereka melihat ikhlasnya sudah cukup maka ikhlas mereka itu masih membutuhkan ikhlas lagi.”
4. Tidak merasa aman dengan amalnya.
Dalam diri kita harus senantiasa hadir perasaan bahwa amal yang dilakukannya tidak sanggup menutupi ni’mat yang sudah diberikan oleh Allah SWT sekecil apapun ni’mat itu. Kita harus menyadari bahwa kesempatan untuk beramal hanya datang dari Allah.
5. Khawatir akan menyusupnya riya’ dan hawa nafsu ke dalam jiwa, sementara dia tidak merasakannya.
Secara sadar kita harus mengetahui bahwa syaithan memiliki seribu macam cara untuk menggelincirkan manusia. Bila ia tidak mampu menggiring seorang mukmin kepada kedurhakaan perbuatan secara dzahir maka ia akan mencoba menyeretnya ke dalam kedurhakaan batin dari amal-amal yang dilakukan mukmin tersebut.

“Orang-orang yang berilmu pasti akan binasa kecuali orang yang aktif beramal. Semua orang yang aktif beramal akan binasa kecuali yang ikhlas” (Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin)

Maroji’ :
1. Diktat materi SMU
2. Niat dan Ikhlas, Dr. Yusuf Al Qardhawy, Pustaka Al-Kautsar
3. Majalah Al-Izzah, “ikhlas Membuang Benih Kemunafikan”, Juli 2001

Perlombaan Inovasi Pembelajaran (Inobel) Guru Tingkat Nasional oleh Dirjen GTK Kemdikbud

Salah satu perlombaan guru tingkat nasional yang paling bergengsi bagi guru se Indonesia adalah Lomba Inobel. Perlombaan ini merupa...