Suatu hari Rasulullah kedatangan seorang tamu dirumahnya. Dari penampilan tamu itu bisa langsung ditebak, bahwa ia orang yang sangat miskin. Waktu itu Rasulullah sedang bercakap - cakap dengan tamunya.
"Saya sedang dalam kesempitan, ya Rasulullah. Tak ada sesuatupun yang aku punyai," jelas tamu itu ketika ia dipersilahkan masuk kedalam rumah oleh Rasulullah. Begitu tamu itu duduk, Rasulullah langsung beranjak kebelakang menemui istrinya. Kepada istrinya dikatakannya bahwa ada tamu yang dalam kesusahan datang, "Kita sendiri tidak mempunyai apa - apa yang bisa kita berikan, yang ada hanya air putih saja."
Mendengar penjelasan istrinya itu, Rasulullah sedikit kecewa karena ia tak berkesempatan menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan. Rasulullah balik keruang tamu menemui para sahabatnya. "Siapa diantara kalian yang bersedia menjamu tamu malam ini ? Ia akan beroleh rahmat Allah S.W.T." "Saya, ya Rasulullah. Biarlah tamu itu menginap dirumahku saja." Salah satu diantara para sahabat Nabi itu menawarkan diri, yaitu orang Anshar.
Orang Anshar itu pulanglah. Sesampai dirumah ia menemui istrinya dan bertanya kepadanya tentang apa yang mereka miliki hari itu. "Ya, istriku. Tadi aku menyanggupi tawaran Rasulullah untuk menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan malam ini. Adakah makanan yang dapat kita jamukan untuk tamu kita itu ?"
"Sesungguhnya yang kita miliki cuma nasi untuk anak kita saja. Kalau ini kita sajikan, maka anak kita tidak dapat makanan malam ini."
"Kalau begitu bujuklah anak kita untuk segera tidur agar ia tidak merasa kelaparan."
"Tapi bagaimana ya, Nasi itu tinggal sedikit saja, tidak cukup untuk berdua."
"Begini saja, waktu tamu itu sudah datang, dan pada saat saya persilahkan makan, kamu pura - pura tidak sengaja mengibaskan lilin itu sehingga padam. Nanti, tamu itu kita persilahkan makan pada waktu gelap. Saya akan menemaninya sambil berpura - pura makan juga. Bila selesai ia makan, maka usahakan lilin sudah bisa dinyalakan."
"Baiklah ya suamiku, aku akan melakukan hal yang seperti itu."
Pada waktu tamu itu datang, maka dilaksanakanlah sandiwara tersebut. Esok harinya ketika orang Anshar dan istrinya bertemu Nabi, sebelum sempat berkata apa - apa. Nabi langsung tersenyum sambil berkata kepda mereka, "Aku benar-benar kagum dan hormat terhadap usaha kalian berdua kepada tamumu semalam itu."
senantiasa salah menafsirkan apa yang terjadi atasnya, apa
yang dikerjakannya, atau apa yang dilakukan orang lain. Ia
melakukan semuanya itu begitu meyakinkan sehingga bagi
dirinya dan orang-orang semacamnya segi kehidupan dan
pemikiran yang luas tampak masuk akal dan benar.
Seorang tolol semacam itu pada suatu hari disuruh membawa
kendi menemui seorang bijaksana untuk meminta anggur. Di
tengah jalan, karena kecerobohannya Si Tolol itu
membenturkan kendinya ke batu, dan pecah.
Ketika ia sampai dirumah orang bijaksana itu, ia memberikan
pegangan kendinya, katanya, "Tuan Anu menyuruh saya
memberikan kendi ini kepada Tuan, tetapi di tengah jalan ia
dicuri batu."
Karena terhibur dan ingin mendengar seluruh ceritanya, orang
bijaksana itu bertanya.
"Karena kendi itu telah di curi, kenapa kau berikan kepadaku
pegangannya?"
"Saya tidak setolol yang disangka orang," kata Si Tolol itu,
"oleh karena saya membawa pegangan kendi ini untuk
membuktikan kebenaran ceritaku."
Catatan
Suatu pokok pembicaraan yang banyak beredar di kalangan guru
darwis adalah bahwa kemanusiaan umumnya tidak bisa
membedakan suatu kecenderungan tersembunyi di balik
peristiwa-peristiwa, yang mestinya memungkinkannya
memanfaatkannya sepenuh-penuhnya. Mereka yang mampu melihat
kecenderungan itu disebut Sang Bijaksana, sementara orang
kebanyakan disebut "tidur," atau di panggil Si Tolol.
Kisah ini, yang dalam Bahasa Inggris dikutip oleh Kolonel
Wilberforce Clarke (Diwan-i-Hafiz) merupakan salah satu
contoh khas. Dengan menyerap ajaran itu lewat tokoh dan
kisah yang dilebih-lebihkan, orang-orang tertentu mampu
benar-benar "memekakan" diri untuk menangkap kecenderungan
tersembunyi itu.
Kutipan ini berasal dari kumpulan kisah Sufi yang dikerjakan
oleh Pir-i-do-Sara, "Yang mengenakan Jubah Bertambal" yang
meninggal tahun 1790 dan dimakamkan di Mazar-i-Sharif,
Turkestan.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Wassalam.
No comments:
Post a Comment
mohon komentar anda